ANALISA
HASIL PERTANIAN
KADAR ABU
TOTAL
A.TUJUAN
Mahasiswa mendapatkan pengetahuan dan terampil menganalisis kadar abu bahan
hasil perkebunan dengan metode thermografimetri.
B.DASAR TEORI
Abu adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kandungan abu
dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara pengabuanya. Beberapa
contoh kadar air abu dalam beberapa contoh kadar abu dalam beberapa bahan dapat
di lihat pada table brikut ini:
Kadar abu ada hubunganya dengan
mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam
anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam asam mallat,
oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk
garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut,
kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat
organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya
sangatlah sulit,oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa
pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan
pengabuan.(sudarmadji.2003).
Penentuan kadar abu total dapat
digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut:
- Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan
- Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
- Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit uinegar (asli) atau sintesis
- Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.( Irawati.2008 ).
Penentuan
kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi,yaitu
sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tinggal setelah proses
pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda–beda dan berkisar antara
2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur
suhunya. Pengabuan diangap selesai apa bila diperoleh sisa pembakaran yang
umumnya bewarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30
menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadan dingin,untuk itu krus
yang berisi abu diambil dari dalam tanur harus lebih dahulu dimasukan ke dalam
oven bersuhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan degan suhu didalam
oven,barulah dimasukkan kedalam desikator sampai dingin,barulah abunya dapat
ditimbang hingga hasil timbangannya konstan.( Anonim.2010 ).
Sebagian
besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.
Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. (Winarno, 1992)
Abu
merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan
komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam
mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang
digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan
itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan
ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja. Abu dalam bahan
pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak larut.
(Puspitasari, et.al, 1991)
Analisis
gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat
berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang
dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010)
Kadar
abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar
abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai
perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel
di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut
dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu,
disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb,
Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya
berkisar antara 1 hingga 1,5 %. (Yunizal, et.al, 1998)
Kadar
abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas
berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses
pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan
mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam pangan
terdiri dari 2 jenis garam, yaitu
1. Garam-garam organik, misalnya
garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan lain-lain
2. Garam-garam anorganik, misalnya
phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali. (Anonim, 2011)
Selain kedua garam tersebut,
kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang
bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk
aslinya adalah sangat sulit.
Menurut Winarno (1991), kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik
yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik
terbakar.
Untuk
menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus
dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu
pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan
basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat
organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang
akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono, et.al, 1989).
Prinsip
dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji,
1996)
Pengabuan
dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
a.
Pemanasan pada suhu 300oC
yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang
bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan
sampai asap habis.
b.
Pemanasan pada suhu 800oC
yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara
tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang
tiba-tiba.
Pengabuan
kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali mercuri dan
arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan
Fe akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu
tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa
mineral menjadi tidak larut.
Beberapa
kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung.
Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :
a.
Digunakan untuk penentuan kadar abu total
bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang
relatif banyak,
b.
Digunakan untuk menganalisa abu yang
larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam,
dan
c.
Tanpa menggunakan regensia sehingga
biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang
berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
a.
Membutuhkan waktu yang lebih lama,
b.
Tanpa penambahan regensia,
c.
Memerlukan suhu yang relatif tinggi,
dan
d.
Adanya kemungkinan kehilangan air
karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono, 1989)
Prinsip
dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu
kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan
adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan
pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk
kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat
mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat
permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar
porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996)
Beberapa
kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung.
Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu yang digunakan relatif rendah,
c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif
rendah,
d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat
pengabuan, dan
e. Penetuan kadar abu lebih baik.
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung,
meliputi :
a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam
beracun,
b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan
c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan.
(Apriantono, 1989)
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai
tujuan, yaitu:
1. Menentukan baik tidaknya suatu
pengolahan
Dalam penggilingan gandum, misalnya
apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut maka tepung gandum
tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi.
2. Mengetahui jenis bahan yang
digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan
untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam marmalade atau jelly.
Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar
(asli) atau sintesis.
3. Penentuan parameter nilai gizi
pada bahan makanan
Rumusan
dari penentuan kadar abu sebagai berikut:
Keterangan:
A
adalah berat cawan kosong dinyatakan dalam g
B
adalah berat cawan + contoh awal, dinyatakan dalam g
C
adalah berat cawan + abu, dinyatakan dalam g.
C.BAHAN DAN ALAT
1.Bahan 2.Alat
a) Biji lada a) Muffle furnace
b) Pala b) Hot plate
c) Cengkeh c) Krus proselin
d) Pk d) Desikator
e) Oven
D.METODE KERJA
1.Bahan 2.Alat
a) Biji lada a) Muffle furnace
b) Pala b) Hot plate
c) Cengkeh c) Krus proselin
d) Pk d) Desikator
e) Oven
D.METODE KERJA
a) Persiapan awal
- Ditimbang bahan contoh yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 gr dalam kurs porslein yang telah diketahui beratnya.
- Dipanaskan bahan tersebut diatas hot olate (dalam ruang asam) untuk meminimalkan asap/jelaga hitam yang muncul pada saat proses pengabuan.
- Dimasukan bahan kedalam furnance (tanur) sesuai dengan prosedur kerja penoperasian alat.
b) Petunjuk
penggunaan furnance (Thermolyne FB.1410M.26)
- Dihubungkan kabel power kesumber litrik.
- Ditekan tombol power ke posisi ON, maka tampilan digital yang menyatakan temperature akan menyala.
- Diatur suhu pengabuan (550’C) dengan cara menekan tombol “Push To Set Temperature” dan secara bersamaan putar tombol “Temperature” hingga tercapai tempertaur yang ditentukan.
- Dilepaskan tekanan pada tombol “Push To Set Temperature”.
- Dimasukan bahan kedalam furnance dengan lama proses pengabuan 3 jam.
- Setelah lama proses pengabuan tercpai, diatur suhu furnance menjadi 150’C.
- Ditunggu hingga suhu mencpai 150’C, selanjutnya dimasukan bahan kedlam desikator dan ditimbang.
- Dihitung kadar abu total bahan (%) berdasarkan berat kering bahan.
E.HASIL PENGAMATAN
No Sampel Berat krus (g) Berat bahan (g) Berat kering (g) Berat abu (g) Kadar air (%)
1. Lada 20,79 0,5 0,4589 0,0016 0,34
2. Pala 20,08 0,5 0,4559 0,0096 2,11
3. Cengkeh 14,66 0,5 0,3958 0,0336 8,49
4. Pk 21,93 0,5 0,4292 0,026 6,06
PERHITUNGAN
Berat kering = 100 x berat sampel / 100 + kadar air (db)
= 100 x 0,5 / 100 + 26,64
= 50,12 / 126,64 = 0,3958
Kadar abu = berat abu / berat kering x 100%
= 0,0336 / 0,3958 x 100%
= 8,48 %
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini,proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan Muffle
Furnace (tanur) yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 550°C penggunaan
tanur karena suhunya dapat diatur sesuai dengan suhu yang telah ditentukan
untuk proses pengabuan. Sampel yang telah halus ditimbang 1-2 gram,sebelum
dimasukkan kedalam tanur terlebih dahulu sampel dipanaskan diatas hot plate
tujuannya agar dapat meminimalkan asap atau jelaga yang muncul pada saat
pengabuan. Untuk kali ini analisis kadar abu total menggunakan bahan atau
sampel sebagai berikut : lada,pala,,cengkeh,dan pk. Setelah tercapai pengabuan
yang dapat ditunjukkan pada warna yang dihasilkan sampel setelah
diarangkan,pada pengabuan sampel telah menjadi abu berwarna putih abu-abu.
Berat abu yang didapat pada sampel cengkeh yakni seberat 0,0336 (g), jauh
sekali penurunan berat yang terjadi karena berat sampel awal 0,5 gram,berarti
selama proses pemanasan awal sampai pada proses pengabuan telah terjadi
penguapan air dan zat-zat yang terdapat pada sampel,sehingga yang tersisa
hanyalah sisa dari hasil pembakaran yang sempurna yakni abu.
Pada
sampel cengkeh didapat kadar abu terbesar dibandingkan sampel yang lain yakni
sebesar 8,49% yang dihitung berdasarkan berat kering,besarnya kadar abu yang
didapat dalam praktikum kali ini, mungkin disebabkan oleh suhu ruang ataupun
adanya ppasir dan kotoran yang terdapat dalam sampel. Untuk itu dilakukan
pengujian kadar abu totol yang memiliki berbagai macam tujuan yakni :
menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan,mengetahui jenis bahan yang
digunakan juga sebagai parameter nilai bahan makanan dan mengetahui adanya abu
yang tidak larut dalamasam yang cukup tinggii menunjukkan adanya pasir atau
kotoran lain yang terdapat dalam suatu bahan.
G. KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum analisis kadar abu dapat disimpulkan bahwa :
- Abu adalah zat orgganik dari sisa hhasil pembakaran suatu bahan organic
- Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan
- Proses pengabuan dapat dilakukan dengan menggunakan tanur yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 500-600°C
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.2010.LAPORAN PENENTUAN KADAR ABU.http://scribd.com. Diakses 31 oktober
2010
Irawati.2008.MODUL PENGUJIAN MUTU 1.Diploma IV PDPPTK VEDCA.Cianjur
Sudarmadji.dkk.2003.Prosedur Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.Liberti.Yogyakarta.
Irawati.2008.MODUL PENGUJIAN MUTU 1.Diploma IV PDPPTK VEDCA.Cianjur
Sudarmadji.dkk.2003.Prosedur Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.Liberti.Yogyakarta.
saya mau tanya, untuk mengetahui kadar abu dalam bahan makanan ternak, kode apa untuk mendefinisikan kadar abu ini, misal untuk kadar protein disingkat P, kadar lysine disingkat lys. nah untuk abu sendiri, apa?
BalasHapus%wb dan %db
Hapus%wb dan %db
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus