Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik
dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal
sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total
mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran
akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai
kadar abu. Produk perikanan memiliki kadar abu yang berbeda-beda. Standar mutu
ikan segar berdasar SNI 01-2354.1-2006, ialah memiliki kadar abu kurang dari
2%. Produk olahan hasil diversifikasi dari jelly fish product (kamaboko)
yang tidak diolah menjadi surimi dahulu memiliki standar kadar abu antara 0,44
– 0,69% menurut SNI 01-2693-1992. Contoh jelly fish product, yakni
otak-otak, bakso dan kaki naga.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain
untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan
yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan.
Penggilingan gandum, misalnya, apabila masih banyak lembaga dan endosperm maka
kadar abu yang dihasilkannya tinggi. Banyaknya lembaga dan endosperm pada
gandum menandakan proses pengolahan kurang baik karena masih banyak mengandung
bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis kadar abu menjadi tidak murni.
Kandungan abu juga dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian
bahan yang digunakan. Kadar abu sebagai parameter nilai gizi, contohnya pada
analisis kadar abu tidak larut asam yang cukup tinggi menunjukan adanya
kontaminan atau bahan pengotor pada makanan tersebut. Penentuan kadar abu dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara kering) dan
pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
A. Penentuan kadar abu secara langsung
Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu
tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat yang tertinggal
setelah proses pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu
cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan
didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai
berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan,
ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap,
yaitu pemanasan pada suhu 300oC agar kandungan bahan volatil dan
lemak terlindungi hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam
habis. Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600oC agar
perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah.
B. Penentuan kadar abu secara tidak langsung
Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia
tertentu sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah
gliserol alkohol atau pasir bebas anorganik yang selanjutnya dipanaskan dalam
suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga
menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan memperbesar oksidasi.
Pemanasan pada pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan
oksigen semakin luas dan memperbesar porositas sehingga proses pengabuan
semakin cepat.
Mekanisme pengabuan cara tidak langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih
dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam
desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji
dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b
gram. Gliserol alkohol ditambahkan dalam cawan sebanyak 5 ml dan dimasukan
dalam tanur pengabuan hingga putih keabu-abuan. Abu yang terbentuk dibiarkan
dalam muffle selama 1 hari. Cawan porselen dioven terlebih dahulu untuk
mengeringkan air yang mungkin terserap saat disimpan dalam muffle lalu
dimasukan ke desikator. Penimbangan cawan setelah pengabuan dicatat sebagi
berat c gram. Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang volatil,
seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi
tertentu, seperti K2CO3 dan CaCO3. Pengeringan
dengan metode ini bertujuan mendapatkan berat konstan.
Referensi:
Diakses tanggal 16 Februari 2013, pukul 14.50